Lembar Kosong
Assalaamu'alaykum warohmatullahi wabarokatuh.. Lama saya enggak ngepost ya. Hehe. Gimana nih kabarnya ? Sehat ? Semoga selalu diberkahi kesehatan dan dipermudak segala urusan kita. Aamiin. :) Ini ada sedikit kisah tak bertuah. Wkwk. (Apaan sih. -__-) Ya, ada sedikit hasil olah otak saya yanggak seberapa dan tentunya bukan sekedar olah otak, tapi juga dari pengalaman. Buat kamu yang masih bingung ! Dunia tak sesempit yang kamu kira. Jika kamu gagal di satu sisi, pintu yang lain akan terbuka. :) Langsung aja, happy reading.
LEMBAR KOSONG
Lembar kosong. Manusia diberikan kebebasan
melangkah sejak lahir. Seperti lembar kertas putih yang kosong, hari demi hari
yang terlewati akan menjadi coretan kertas tersebut. Terlepas dari baik atau
buruk.
Bila diberi selembar kertas putih sekali
seumur hidup, apa yang ingin anda gambar atau tuliskan ? tentunya hanya hal
baik yang ingin tercurahkan. Namun apa daya, sebagai manusia biasa kita tak
luput dari kesalahan. Tapi siapa sangka kalau warna warni kertas putih itulah
yang akan menjadi seni kehidupan. Dimana anda sendirilah senimannya.
Seperti seorang pendaki gunung tertinggi
di dunia. Dimana hanya orang yang bersungguh-sungguhlah yang dapat mencapai
puncaknya. Terlepas dari bantuan dan dukungan rekan sependakian, semangat jiwa
menjadi salahsatu pemicu keinginan untuk terus melangkah. Tapi tahukah kamu
bagaimana rasanya mendaki ? Bila kamu pernah mendaki gunung yang tak seberapa
tingginya, bagaimana rasanya ? Mulai dari licinnya jalur pendakian, suhu
ekstrim di perjalanan, kerikil serta batu pijakan palsu yang ternyata hanyalah
batu rapuh yang mudah longsor.
Mendaki itu bukan perkara mudah, banyak
hal yang perlu dipersiapkan sebelumnya. Baik persediaan maupun fisik si
pendaki. Namun, apa yang sebenarnya pendaki cari di puncak gunung sana ? Apa
yang ingin pendaki perjuangkan sampai harus melewati rintangan yang tak biasa ?
Itulah hidup. Ada satu tujuan sejati dalam hidup, namun saying tak sedikit yang
lupa akan tujuan akhir tersebut. Banyak diantaranya yang jatuh dan gugur dalam
pendakian. Orang-orang inilah yang mungkin bersorak sorai di puncak bayangan.
Ya ! Hanya puncak bayangan, bukan puncak sebenarnya. Mereka telah merasa senang
dan puas dengan apa yang mereka dapat, sehingga mereka menyudahi pendakian ini.
Padahal puncak gunung sebenarnya masih jauh disana.
Melihat suatu masalah dari berbagai sudut
pandang memang penting. Namun bila dilihat dari segi manapun, sebagai seorang
muslim seluruh kehidupan ini akan berlanjut ke kehidupan yang sebenarnya. Dimana
tak ada kematian di dalamnya. Kematian dari dunia fana ini bukanlah kematian
sebenarnya, melainkan sebuah pintu gerbang menuju kehidupan yang baru. Hal ini
memang sedikit sulit saya pahami ketika kecil dulu. Bagaimana mungkin orang
mati yang telah dikubur bisa hidup lagi ? Ya ! Itu pikiran saya ketika kecil
dulu. Yang saya tahu, kebaikan akan mendapatkan balasan kebaikan pula. Begitu
pun sebaliknya.
Namun seiring bertambahnya usia, saya
mencoba mencari tahu hal yang ingin saya ketahui sebelumnya. Mulai dari ngaji
di TPA, lanjut pendidikan formal di madrasah, hingga akhirnya saya putuskan
untuk mondok. Sedikit demi sedikit nilai akidah telah ditanamkan sejak bangku
sekolah. Diawal saya memutuskan hendak melanjutkan SMA di pondok pesantren,
orang tua serta teman-teman sekitar kaget bukan main. Bagaimana mungkin seorang
tomboy yang sedemikian rupa akan hidup di lingkungan pesantren ? Dengan gaya
berpakaian yang sangat feminim.
Mari kembali ke pembicaraan awal kita.
Saya putuskan mewarnai lembar kehidupan saya dengan lingkungan yang berbeda. Manusia
terlahir sebagai seniman, seniman yang akan menuliskan kertas putihnya sendiri.
Memberikan warna dari pengalaman yang didapat, yang suatu saat akan dimintai
pertanggung jawaban tentunya olek yang Maha Kuasa.
Komentar
Posting Komentar