Argentometri
2.1 Argentometri
Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar halogenida dan senyawa-senyawa lain yang membentuk endapan dengan perak nitrat (AgNO3) pada suasana tertentu. Metode argentometri disebut juga metode pengendapan karena pada argentometri memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan. Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah:
AgNO3 + Cl- à AgCl(s) +NO3-
Sebagai indikator, dapat digunakan kalium kromat yang menghasilkan warna merah dengan adanya kelebihan ion Ag+. (Gandjar dan Rohman, 2007)
Metode argentometri lebih luas lagi digunakan adalah metode titrasi kembali. Perak nitrat (AgNO3) berlebihan ditambahkan ke sampel yang mengandung ion klorida atau bromid. Sisa AgNO3 selanjutnya dititrasi kembali dengan amonium tiosianat menggunakan indicator besi (III) amonium sulfat. Reaksi yang terjadi pada penentuan ion klorida dengan cara titrasi kembali adalah sebagai berikut (Gandjar dan Rohman, 2007):
AgNO3 berlebih + Cl- → AgCl(s) + NO3-
Sisa AgNO3 + NH4SCN → AgSCN(s) + NH4NO3
3NH4SCN + FeNH4(SO4)2 → Fe(SCN)3 merah + 2(NH4)2SO4
Sesuai dengan namanya, penetapa kadar ini menggunakan perak nitrat (AgNO3). Garam ini merupakan satu-satunya garam perak yang terlarutkan air sehingga reaksi peak nitrat dengan garam lain akan menghasilkan endapan. Garam-garam, seperti natrium klorida (NaCl) dan kalium sianida (KCN), dapat ditentukan kadarnya dengan cara berikut ini (Cairns, 2008).
AgNO3 + NaCl à AgCl (endapan) + NaNO3
AgNO3 + KCN à AgCN (endapan) + KNO3
Sampel garam dilarutkan di dalam air dan di titrasi dengan larutan perak nitrat standar sampai keseluruhan garam perak mengendap. Jenis titrasi ini dapat menunjukkan titik akhirnya sendiri (self-indicating), tetapi biasanya suatu indikator dipilih yang menghasilkan endapan berwarna pada titik akhir. Pada penetapan kadar NaCl, kalium kromat ditambahkan ke dalam larutan; setelah semua NaCl bereaksi, tetesan pertama AgNO3 berlebih menghasilkan endapan perak kromat berwarna merah yang mengubah warna larutan menjadi coklat merah ( Cairns, 2008).
2.2 Teori Kelarutan
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas, pembentukan kristal campuran).
Kelarutan didefenisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefenisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mili liter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam 500 ml air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen.
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah :
1. pH
2. Temperatur
Kelarutan zat padat dalam air semakin tinggi bila suhunya dinaikkan.Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak antara molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antara molekul zat padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air
3. Jenis pelarut
Senyawa polar (mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar.Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar. Senyawa non polar akan mudah larut dalam senyawa non polar,misalnya lemak mudah larut dalam minyak.Senyawa non polar umumnya tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak tanah.
4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dan lain-lain.
2.3 Harga Hasil Kali Kelarutan (Ksp)
Senyawa-senyawa ion yang terlarut di dalam air akan terurai menjadi partikel dasar pembentuknya yang berupa ion positif dan ion negatif.Bila ke dalam larutan jenuh suatu senyawa ion ditambahkan kristal senyawa ion maka kristal tersebut tidak melarut dan akan mengendap.
Hasil Kali Kelarutan adalah nilai tetapan kesetimbangan garam atau basa yang sukar larut dalam larutan jenuh. Ksp ini dikaitkan dengan kelarutan sesuai dengan stokiometri reaki, pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara ion-ion dengan zat yang tidak larut. Proses ini terjadi dengan laju reaksi yang sama sehingga terjadi reaksi kesetimbangan. Contohnya reaksi kesetimbangan pada larutan jenuh CaC2O4 dalam air adalah: CaC2O4(s) ↔ Ca2+ (aq) + C2O4(aq)
Konstanta kesetimbangan: Oleh karena CaC2O4 yang larut dalam air sangat kecil maka konsentrasi CaC2O4 dianggap tetap. Sesuai dengan harga K untuk kesetimbangan heterogen, konstanta reaksi ini dapat ditulis:
Ksp = [Ca2+] [C2O42-].
Ksp atau konstanta hasil kali kelarutan adalah hasil kali konsentrasi ion-ion dalam larutan jenuh, dipangkatkan masing-masing koefisien reaksinya.
Rumus dan harga Ksp beberapa senyawa dapat dilihat pada Tabel berikut:
Jadi dengan kata lain hasil kali kelarutan ialah hasil kali konsentrasi ion-ion dari larutan jenuh garam yang sukar larut dalam air, setelah masing-masing konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien menurut persamaan ionisasinya.
Garam-garam yang sukar larut seperti ,AgCl, HgF2. Jika dimasukkan dalam air murni lalu diaduk, akan terlarut juga walaupun hanya sedikit sekali. Karena garam-garam ini adalah elektrolit, maka garam yang terlarut akan terionisasi, sehingga dalam larutan akan terbentuk suatu kesetimbangan.
A. Hubungan Ksp dengan pH
Harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu basa yang sukar larut. Sebaliknya, harga Ksp suatu basa dapat digunakan untuk menentukanpH larutan (James E. Brady, 1990).
B. Reaksi Pengendapan
Qc < Ksp : larutan belum jenuh
Qc = Ksp : larutan tepat jenuh
Qc > Ksp : terjadi pengendapan
2.4 Reaksi Pengendapan
Endapan adalah zat yang memisahkan diri sebagai suatu fase padat keluar dari larutan. Endapan mungkin berupa kristal (kristalin) atau koloid,dan dapat dikeluarkan dari larutan dengan penyaringan atau peusingan (centrifuge) Endapan terbentuk jika larutan menjadi terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan(S) suatu endapan adalah sama dengan konsentrasi molar dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung pada nerbagai kondisi seperti suhu, tekanan, konsentrasi bahan-bahan lain dlam larutan itu, dan pada komposisi pelarutnya (Vogel, 1979).
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengendapan antara lain:
1. Temperatur, Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada pada larutannya.
2. Sifat alami pelarut, Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat.
3. Pengaruh ion sejenis, Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion sejenis dibandingkan dalam air saja.
4. Pengaruh Ph, Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya. Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+ akan bergabung dengan I- membentuk HI.
5. Pengaruh hidrolisis, Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
6. Pengaruh ion kompleks, Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat dengan adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai contoh AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, ini disebabkan karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl (Bharmanto, 2012).
2.5 Metode – metode Titrasi Dalam Analisis Argentometri (Volhard, Fayans dan Mohr)
1. Metode Volhard
Perak dapat ditetapkan secara teliti dalam suasana asam dengan larutan baku kalium atau amonium tiosianat yang mempunyai hasil kelarutan 7,1 x 10-13. Kelebihan tiosianat dapat ditetapkan secara jelas dengan garam besi (III) nitrat atau besi (III) amonium sulfat sebagai indikator yang membentuk warna merah dari kompleks besi(III)-tiosianat dalam lingkungan asam nitrat 0,5 – 1,5 N. Titrasi ini harus dilakukan dalam suasana asam, sebab ion besi(III) akan diendapkan menjadi Fe(OH)3 jika suasananya basa, sehingga titik akhi tidak dapat ditunjukkan. pH larutan harus dibawah 3. Pada titrasi ini terjadi perubahan warna 0,7 – 1% sebelum titik ekivalen. Untuk mendapatkan hasil yang teliti pada waktu akan dicapai titik akhir, titrasi digojog kuat-kuat supaya ion perak yang diabsorbsi oleh endapan perak tiosianat dapat bereaksi dengan tiosianat. Metode Volhard dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida, bromide, dan iodide dalam suasana asam. Caranya dengan menambahkan larutan baku perak nitrat berlebihan, kemudian kelebihan baku perak nitrat dititrasi kembali dengan larutan baku tiosianat (Gandjar dan Rohman, 2007).
2. Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, yang mana pada titik ekivalen, indikator teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi pada permukaan endapan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini ialah, endapan harus dijaga sedapat mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak harus dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. Larutan tidak boleh terlalu encer karena endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna indikator tidak jelas. Ion indikator harus teradsorbsi sebelum tercapai titik ekivalen, tetapi harus segera teradsorbsi kuat setelah tercapai titik ekivalen. Ion indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat, seperti misalnya pada titrasi klorida dengan indikator eosin, yang mana indikator teradsorbsi lebih dulu sebelum titik ekivalen tercapai (Gandjar dan Rohman, 2007).
Fluoresein adalah sebuah asam organik lemah, yang bisa disebut dengan HFI. Ketika fluoresein ditambahkan ke dalam botol titrasi, anion FI- tidak diadsorbsi oleh koloid perak klorida selama ion-ion klorida berlebih. Ketika ion-ion perak berlebih, ion-ion FI- dapat tertarik ke permukaan partikel-partikel yang bermuatan positif. Agregat yang dihasilkannya berwarna merah jambu, dan warna ini cukup kuat bagi indikator visual.
Sejumlah faktor harus dipertimbangkan dalam memilih sebuah indikator adsorpsi yang cocok untuk sebuah titrasi pengendapan. Faktor-faktor ini antara lain (Day and Underwood, 2002):
1. AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-partikel besar pada titik ekivalen, mengingat hal ini akan menurunkan secara drastis permukaan yang tersedia untuk adsorpsi dari indikator. Sebuah koloid pelindung, seperti dekstrin, harus ditambahkan untuk menjaga endapan tersebar luas. Dengan kehadiran dekstrin perubahan warna dapat diulang, dan jika titik akhir terlampaui, dapat dititrasi ulang dengan sebuah larutan klorida standar.
2. Adsorpsi dengan indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik ekivalen dan meningkat secara cepat pada titik ekivalen. Beberapa indikator yang tidak cocok teradsorpsi secara kuat indikator tersebut mereka sebenarnya menggantikan ion utama yang diadsorpsi jauh sebelum titik ekivalen tersebut dicapai.
3. pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion dari indikator asam lemah atau basa lemah tersedia cukup. Fluoresein, sebagai contoh, mempunyai Ka sekitar 10-7, dan dalam larutan-larutan yang lebih asam dari pH 7, konsentrasi ion-ion FI- sangat kecil sehingga tidak ada perubahan warna yang dapat diamati. Fluoresein hanya dapat dipergunakan dalam skala pH sekitar 7 sampai 10. Diklorofluoresein mempunyai Ka sekitar 10-4 dan dapat dipergunakan dalam skala pH 4 sampai 10.
4. Amat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan ion yang ditambahkan sebagai titran. Adsorpsi dari indikator kemudian tidak akan terjadi sampai ada kelebihan titran.
3. Metode Mohr
Metode ini dapat digunakan untuk menetapkan kadar klorida dan bromide dalam suasana netral dengan larutan baku perak nitrat dengan penambahan larutan kalium kromat sebagai indikator. Pada permulaan titrasi akan terjadi endapan perak klorida dan setelah tercapai titik ekivalen, maka penambahan sedikit perak nitrat akan bereaksi dengan kromat dengan membentuk endapan perak kromat yang berwarna merah (Gandjar dan Rohman, 2007).
Cara yang mudah untuk membuat larutan netral dari larutan yang asam adalah dengan menambahkan CaCO3 atau NaHCO3 secara berlebihan. Untuk larutan yang alkalis, diasamkan dulu dengan asam asetat kemudian ditambah sedikit berlebihan CaCO3. (Gandjar dan Rohman, 2007)
Kerugian metode Mohr adalah:
a. Bromida dan klorida kadarnya dapat ditetapkan dengan metode Mohr akan tetapi untuk iodide dan tiosianat tidak memberikan hasil yang memuaskan, karena endapan perak iodida atau perak tiosianat akan mengadsorbsi ion kromat, sehingga memberikan titik akhir yang kacau.
b. Adanya ion-ion seperti sulfide, fosfat, dan arsenaat juga akan mengendap.
c. Titik akhir kurang sensitif jika menggunakan larutan yang encer.
d. Ion-ion yang diadsorbsi dari sampel menjadi terjebak dan mengakibatkan hasil yang rendah sehingga penggojogan yang kuat mendekati titik akhir titrasi diperlukan untuk membebaskan ion yang terjebak tadi.
Titrasi langsung iodida dengan perak nitrat dapat dilakukan dengan penambahan amilum dan sejumlah kecil senyawa pengoksidasi. Warna biru akan hilang pada saat titik akhir dan warna putih-kuning dari endapan perrak iodida (AgI) akan muncul (Gandjar dan Rohman, 2007).
Perbedaan metode Mohr , Volhard, dan Fajans
Metode Mohr
|
Metode volhard
|
Metode fajans
| |
Pinsip dasar
|
titrasi larutan ion Cl-oleh larutan baku AgNO3, indicator K2CrO4
|
Larutan sampel Cl-, Br-,I-/SCN-diperlakuan dengan larutan baku AgNO3berlebih. Kelebihan dititrasi kembali dengan KSCN
|
Larutan sampel Cl-, Br-,I-/SCN dititrasai dengan larutan baku AgNO3
|
Indicator
|
Larutan K2CrO4,(titran ialah AgNO3)
|
larutan Fe3+/larutan Fe(II), (titran ialah KSCN atau NH4SCN)
|
Indicator adsorbs seperti cosin fluorosein, difluorosein
|
Persamaan reaksi
|
Ag++ Cl-àAgCl â
Ag+ + CrO4- à Ag2CrO4 â(coklat kemerahan)
|
Ag++ X-àAgX â
Ag+ + SCN- à Ag2SCNâ(putih)
Fe3+ + SCN-àFe(SCN)2+ merah darah
|
Ag++ X-àAgX
AgX//Ag+ + cosin, AgX/Ag-cosinat (biru kemerahan).
|
Syarat
|
[CrO4-] = 1.1 x 10-2M
[CrO4-] > 1.1 x 10-2M
Terjadi sebelum TE dan sebaliknya. pH=6-8
Jika pH<6 [CrO4-] berkurang.
2H+ + CrO4-2HCrO4-
Cr2O72- + H+. Jika pH > 10 akan membentuk AgOH / Ag2O
|
Dalam suasana asam nitrat. khusus penentuan I- indicator baru diberikaan setelah ion I-mengendap semua, karena I-dapat dioksidasikan oleh Fe3+
|
Adsorbs harus terjadi sesudah TE. Tida ada garam lain yang menyebabkan koagulasi. Dapat digunaan pada pH=4. Endapan berupa koloidal.
|
Penggunaan
|
Penentuan Cl- atau Br-, I- tak dapat ditentukan karena I-terabsorbsi kuat oleh endapan, sama untuk SCN.
|
Penentuan Cl-, Br-, I-, SCN‑
|
Penentuan Cl-, Br-, I-, SCN‑
|
2.6 Pengaruh PH dalam Analisis Argentometri
Kelarutan dari garam sebuah asam lemah tergantung pada pH larutan tersebut. Beberapa contoh garam-garam tersebut yang lebih penting dalam kimia analitis adalah oksalat, sulfide, hidroksida, karbonat, dan fosfat. Ion hidrogen bergabung dengan anion dari garam membentuk asam lemah, sehingga meningkatkan kelarutan dari garam (Day and Underwood, 2002).
Sebuah garam MA dari asam lemah HA. Kesetimbangan yang akan ditinjau adalah
MA(s) à M+ + A-
HA + H2O à H3O+ + A-
Mari kita tentukan Ca konsentrasi total (analitis) dari semua spesies yang berhubungan dengan asam HA.
Ca = [A-] + [HA]
Ca = [A-]
Fraksi dalam bentuk A+ menjadi
Sehingga
Persamaan selanjutnya dapat disbstitusi dalam Ksp, yang menghasilkan
Jika pH terlalu basa akan terjadi hidrolisis pada pereaksi, terutama ion .
Jika PH terlalu asam indikator yang berupa asam lemah akan terhidrolisis, menjadi spesies yang berbeda dan kehilangan fungsinya sebagai indicator
contoh: Fluoresein pada fajans:
HFI +
A. Pengaruh PH Pada Metode Mohr.
Syarat yang perlu diperhatikan pada prosedur dengan metode Mohr ini adalah pH larutan yang akan dititrasi harus berada di antara pH 6,5-9. Apabila pH larutan terlalu asam (pH<6), maka indikator K2CrO4 dapat berubah menjadi bikromat. Sementara apabila pH terlalu basa (pH>9), maka dapat menyebabkan terbentuknya AgOH yang kemudian terurai lagi menjadi Ag2O +H2O.
B. Syarat pH larutan untuk titrasi Fajans dengan indikator fluoresein:
Tidak terlalu rendah karena kebanyakan indikator adsorpsi bersifat asam lemah yang tidak dapat dipakai dalam larutan yang terlalu asam. Namun ada juga beberapa indikator adsorpsi “kationik” yaitu yang bersifat basa lemah sehingga baik untuk titrasi dalam keadaan sangat asam.
2.7 Indikator Argentometri
Tabel indikator adsorbsi
Indikator
|
Titrasi
|
Larutan
|
Fluorescein
Dichlorofluorescein
bromcresol green
eosin
methyl violet
rhodamin 6
thorin
bromphenol blue
orthochrome T
|
Cl- dengan Ag+
Cl- dengan Ag+
SCN- dengan Ag+
Br-, I-, SCN-dengan Ag+
Ag+ dengan Cl-
G Ag+ dengan Br
SO42- dengan Ba2+
Hg2+ dengan Cl-
Pb2+ dengan CrO42-
|
pH 7-8
pH 4
pH 4-5
pH 2
asam
HNO3(0,3M)
pH 1,5-3,5
larutan 0,1 M
netral, larutan 0,02M
|
Untuk menentukan berakhirnya suatu reaksi pengendapan dipergunakan indikator yang baru menghasilkan suatu endapan bila reaksi dipergunakan dengan berhasil baik untuk titrasi pengendapan ini. Dalam titrasi yang melibatkan garam-garam perak ada tiga indikator yang telah sukses dikembangkan selama ini yaitu metode Mohr menggunakan ion kromat, CrO42-, untuk mengendapkan Ag2CrO4coklat. Metode Volhard menggunakan ion Fe3+ untuk membentuk sebuah kompleks yang berwarna dengan ion tiosianat, SCN. Dan metode Fajans menggunakan indikator adsorpsi. (Underwood, 2004)
2.8 Aplikasi Argentometri Dalam Analisis Obat dan Bahan Obat Beserta Contoh Obatnya
Dalam dunia farmasi, metode argentometri dapat digunakan dalam penetapan kadar suatu sediian obat. Contohnya ammonium klorida , fenderol hidrobromida , kalium klorida , klorbutanol , meftalen , dan sediaan tablet lainnya.
1. Penetapan kadar amonium klorida (NH4Cl) dengan metode argentometri
Ditimbang seksama ±100 mg sampel ,larutkan dalam 100ml air,dipipet 10ml larutan kedalam erlenmeyer 250 ml ,ditambahkan larutan sampel dengan 0,5-1ml larutan K2CrO4 5%,dititrasi larutan dengan larutan AgNO3 0,1 N hingga titik akhir tercapai,dihitung kadar amonium klorida.
2.Penetapan Kadar Efedrin HCL Metode Pengendapan (Argentometri)
Ditimbang 250 mg efedrin HCl,Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 250 ml,Dipipet 20 ml larutan Efedrin HCl,Ditambahkan 3 tetes indikator K2CrO4,Dititrasi dengan larutan AgNO3 hingga terjadi perubahan warna dari kuning sampai terbentuk endapan merah bata.
3. Penetapan Papaverin HCL Dengan Metode Argentometri
Ditimbang seksama sempel papaverin HCL yang setara dengan 10ml AgNO3 0,1 N ,larutkan dengan 100ml air suling ,tambhkan indikator K2CrO4 0,005 M dan titrasi dengan AgNO3 0,1 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah coklat atau merah bata.
Komentar
Posting Komentar